Penemuan Gunung Bawah Air di Pacitan, Berbahaya?

Rate this post

Baru-baru ini, Badan Informasi Geospasial atau BIG menemukan gunung laut di Pacitan, Jawa Timur. Terkait penampakan gunung ini, ia mendapat berbagai reaksi dari warga sekitar yang khawatir akan bahaya yang akan segera terjadi.

Menurut laporan dari Suara.com, Erwin Andriatmoko, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, mengimbau masyarakat untuk tidak khawatir, apalagi panik, dengan informasi ditemukannya gunung bawah laut di perairan setempat.

Penemuan Gunung Bawah Air di Pacitan, Berbahaya?

Penemuan-Gunung-Bawah-Air-di-Pacitan-Berbahaya

“Gunung itu benar, tapi tidak terkait dengan aktivitas seismik yang terjadi di wilayah Pacitan selama ini. Jadi masyarakat (tidak) khawatir,” kata Erwin, Senin di Pacitan.
Sisa waktu -7:12
Unibots.in

Baca juga:
Profil ajudan pribadi, mengawal para konglomerat hingga menjadi selebritas kerap bersujud

Erwin menegaskan hal itu setelah viralnya berita penemuan gunung laut di kedalaman 3-4 kilometer di bawah permukaan laut, 200 kilometer barat daya Kota Pacitan. Ia menegaskan, gunung yang teridentifikasi oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) dengan ketinggian sekitar 2.300 meter di atas dasar laut itu sudah ada sejak lama, namun baru diketahui keberadaannya belakangan ini.

“Tidak pernah dalam sejarah ada gunung yang muncul, apalagi yang begitu besar. Dalam arti proses gempa. Artinya gunung itu sudah ada sejak lama, baru dideskripsikan, atau baru ditemukan,” ujarnya.

Dengan logika dasar tersebut, Erwin memastikan tidak ada kaitan antara keberadaan gunung bawah laut

dengan aktivitas seismik yang kerap terjadi dan dirasakan di kawasan Pacitan. Erwin mengaku juga sudah berkoordinasi dengan pejabat/pejabat di BIG yang khusus menangani masalah gunung.

Baca juga:
Puji Skill Mekanik ONIC Kiboy Pakai Khufra dan Chou, Jonathan Liandi: Top One!

Dan dari perbincangan telepon saat itu, Erwin menyimpulkan bahwa terbentuknya gunung bawah laut di sebelah barat daya Kabupaten Pacitan disebabkan oleh tumbukan dua lempeng tektonik jutaan tahun yang lalu.

“Gunung itu terbentuk akibat aktivitas pelipatan lempeng. Ini sama dengan Gunung Jaya Wijaya, Gunung Everest. Jika melihat sejarahnya, Everest dulunya adalah lautan, sekarang menjadi gunung tertinggi di dunia. Jadi sama saja, ia muncul karena proses pelipatan alami yang terjadi jutaan tahun yang lalu. – Jutaan tahun, maka terbentuklah gunung seperti ini,” jelasnya.

Soal ancaman dampak keberadaan gunung bawah laut di perairan Pacitan

, Erwin mengatakan hal itu menjadi persoalan tersendiri. Pasalnya, hingga saat ini belum ada teknologi yang bisa memantau aktivitas gunung berapi di kedalaman lebih dari 500 meter di bawah permukaan laut.

Baca juga:
4 kejutan dari Match Week 2 FFML Season 7

“Itu adalah kesulitan tersendiri. Oleh karena itu, aktivitas gunung berapi tidak dapat dipantau. (Selama ini) bisa seperti gunung di Sulut, itupun belum bisa dimaksimalkan. Karena alat tidak dapat bekerja dengan sempurna. Hanya di Sulut aktivitas vulkanik (di bawah laut) terlihat dari peningkatan gelembung di sekitar gunung dan fenomena kematian ikan secara masif,” lanjutnya.

Untuk itu, Erwin kembali mengimbau kepada warga agar tidak terlalu takut dan panik. Karena menurutnya, dalam sejarah vulkanologi di Indonesia maupun di dunia, belum pernah ada gunung api (aktivitas vulkanologi) yang mampu menimbulkan gempa menimbulkan tsunami, kecuali di Tonga, sekitar Kepulauan Fiji.

“Gunung Tonga aktif karena gunungnya besar sehingga menimbulkan gempa besar (dan memicu tsunami). Jadi yang perlu kita perhatikan bukan aktivitas vulkanik gunung tersebut, jika memang gunung berapi, hanya saja sampai saat ini belum ada kepastian apakah itu api vulkanik atau bukan. Tapi kalaupun itu gunung berapi, kita harus lebih waspada terhadap potensi aktivitas lempeng di pantai selatan karena hanya itu yang bisa menyebabkan tsunami,” katanya.

 

Baca Juga :

https://www.kuismedia.id
https://sajadahbusa.com